Kamso menatap Darman dengan rasa frustrasi yang terpendam. “Mon, kita harus melakukan sesuatu. Kita tidak bisa hanya berdiam diri dan berharap perubahan akan datang dengan sendirinya.”
Darman menggaruk kepalanya, tampak bimbang. “Aku tidak tahu, Kamso. Aku selalu merasa bahwa tidak peduli seberapa keras aku mencoba, itu tidak akan cukup. Apa gunanya berusaha jika pada akhirnya kita hanya akan gagal?”
Kamso mendekati Darman, mencoba memberikan semangat. “Tidak, Mon. Kita tidak boleh berpikir seperti itu. Kita harus percaya bahwa setiap usaha yang kita lakukan akan membawa perubahan, meskipun itu kecil.”
Darman menundukkan kepalanya, suaranya lemah. “Mungkin kamu benar, Kamso. Tapi, aku… aku takut. Aku takut akan kegagalan, takut usahaku sia-sia. Bagaimana jika semua ini tidak berarti apa-apa?”
Kamso mengambil napas dalam-dalam, berusaha menenangkan Darman. “Kita tidak akan tahu hasilnya jika tidak mencoba, Mon. Kegagalan adalah bagian dari proses. Yang penting adalah kita terus bergerak maju dan belajar dari setiap kesalahan.”
Darman menghela napas, rasa pesimismenya masih terasa. “Aku akan mencoba, Kamso. Aku akan mencoba untuk tidak terlalu pesimis. Tapi, sulit untuk tetap optimis ketika segalanya tampak begitu suram.”
Kamso memberikan senyum penuh pengertian. “Langkah pertama adalah yang terberat, Mon. Tapi setelah itu, setiap langkah selanjutnya akan menjadi lebih mudah. Mari kita lakukan ini bersama.”
Dengan ragu, Darman mengangguk. “Baiklah, Kamso. Aku akan mencoba. Untuk perubahan nasib… untuk esensi bekerja keras.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 kata-kata:
Posting Komentar