7

Sudah 7 tahun saya tidak kesini. Demak.

Saya musti membangun lagi ingatan-ingatan masa lalu. Penginapan. Gedung. Snack. Fotokopi. Pembicara
Peserta. Dan training.

Kali ini, biar saya yang jadi peserta atas seminar yang diisi oleh Raden Patah dan Sunan Kalijaga.

Dan sayapun ke Kadilangu.

Tabik,

Hilmy Nugraha

Jalan

Jalan Bukateja, yang lurus, lebar dan menyenangkan. Serta bisa ngebut 120 km/jam. Sedang diperbaiki, dicor.

Kami harus ikhlas lewat jalan Kemangkon yang jelek dan penuh lubang. Sedikit memutar iya. Sempit memang.

Apa seperti ini hidup? Harus ditempuh dengan berbagai macam jalan. Yang apapun perjalanannya, intinya tujuannya sama. Pulang.

Tabik,

Hilmy Nugraha

Paspor

Lalu saya membuat paspor. Mungkin ini sebuah kemajuan, tapi bagi saya sudah mulai berbentuk kebutuhan. Rizky sudah memulainya 2 tahun lalu. Aku dan Azis baru.

Mau kemana? Ya entah kemana. Kemana-mana boleh.

Tabik,

Hilmy Nugraha

Terus

Tahu-tahu Bumi sudah 1 tahun 2 bulan. Benar kata Mas Miko, umur anak cepet banget. Asal jangan melewatkan pertumbuhan anak aja.

Kedip mata, pegang sendok, rambatan, ambil air pakai wadah, usap-usap lantai, tiduran di lantai, mindahin kerikil, buka buku.

Belum lengkap, tapi tiap harinya tambah-tambah terus.

Tabik,

Hilmy Nugraha

Memahami

Ternyata ya yang paling susah itu memahami. Mau dicoba seperti apapun, jika tidak ada campur tangan Dia melalui makhluk yang bernama hidayah ya musykil saja.

Lalu, apa iya kita tak perlu ngapa-ngapain? Diam saja, menunggu hidayah datang, karena yang sejati memang Dia yang mengantar.

Ya kalau anda minta air minum tanpa membawa gelas, mau ditaruh dimana itu air? Sama, mau ditaruh dimana hidayah pemahaman kalau akal pikiran kita tidak terbuka dengan sesuatu yang baru.

Tabik,

Hilmy Nugraha

pertimbangan

Pada level tertentu, cara hidup kami memang ribet. Kami musti memilih betul produk-produk yang akan kami pakai. Jangan-jangan ini terkait dengan kapitalisme Global. Apakah petani ini sudah terjamin fair trade-nya? Ataukah produk ini diciptakan massal yang kemudian untung hanya berkeliaran pada pemilik modal? Atau produk ini alami, tanpa pengawet atau bibit dengan rekayasa genetika? Bisa jadi kita memilih produk karena kacaunya media massa yang meracuni kita untuk membeli ini membeli itu?

Saya musti sedikit demi sedikit ikhlas, untuk tidak menggunakan sabun cuci dengan busa melimpah karya pabrikan. Karena musti menggantinya dengan klerak atau sabun sereh bikinan tangan. Untuk mandi, pelan-pelan meninggalkan sabun penuh detergent yang wanginya entah terbuat dari kimia apa. Juga untuk odol, rela menikmati odol asin homemade dari Malang yang 100% bahannya alami dan buatan tangan.

Semata-mata ini adalah bentuk anti kemapanan. Pemberontakan dalam pilihan produk rumah tangga. Apalagi yang bisa kami kerjakan, kalau dalam hidup berumah tangga saja sudah tidak memiliki akal fikiran dalam menggunakan produk rumah tangga?

Hidup kami memang ribet, kalau urusan pilih memilih. Pertimbangan kami, pertimbangan ideologis.

ke 62


Sugeng Tumbuk Ageng, Mbah Nun.

Saya bercita-cita bisa menuliskan cara berfikir panjenengan tentang pendidikan anak. Baik dahulu panjenengan dari Ibu maupun sekarang kepada anak-anak panjenengan. Ah, semoga pelan-pelan, saya bisa menata huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat.

Semata-mata, warisan untuk anak cucu kita.

Lepas Gondrong

Saya memulai memelihara rambut setelah menikah. Atau lebih tepatnya membiarkan rambut terurai panjang. Padahal, dulunya hampir 3 bulan sekali rambut saya selalu bertemu makhluk bernama gunting. Apalagi memang ibu saya seorang tukang cukur.

Jadilah sekarang saya gondrong, bukan main. Saya jarang keramas. Itu yang membuat istri saya ngomel-ngomel. Ibu saya tak kalah pula. Ikut-ikutan saja. Terlebih mungkin harga dirinya sebagai tukang cukur ternoda. Melihat anak lelaki satu-satunya berambut panjang tak terawat.

Padahal saya juga sudah berusaha mencari literatur bagaimana cara merawat rambut secara tepat. Tapi lagi-lagi, ilmu memang kalah dengan tindakan. Saya kalah oleh kemalasan saya sendiri.

Tapi saya memang berjanji, saya mau cukur rambut jadi pendek bila perlu cepak, kalau nantinya istri saya hamil anak kedua. Ini sudah dua tahun lebih setelah pernikahan. Kalau nanti anda bertemu saya sudah berambut pendek, anda sudah tahu jawabannya.
Dan ibu saya akan senang melihat anaknya rapi kembali. Istri saya juga tak ngomel-ngomel lagi. Dan Bumi bisa pangling lihat ayahnya. Adiknya kelak, mendapati ayahnya rapih.

Mungkin sebentar lagi.

Tabik,

Hilmy Nugraha

Mari kita pilah satu persatu saja perasaan kita. Bagaimana sewaktu ketemu dengan pengemis? Bagaimana menghadapi pejabat korup? Bagaimana saat menemukan uang di masjid? Bagaimana saat tertinggal 5 menit naik kereta api eksekutif? Bagaimana saat menerima kabar baik dari kawan? Atau bagaimana ketika tahu lawan bisnis kita bangkrut?

Kita harus tahu dan memahami peta fikir dan perasaan kita. Kalau mampu kita olah, baru bisa kita di sebut khalifah. Khalifah atas diri kita sendiri.

Hilmy Nugraha

@hilmyhilmyx

- sent from my Lenovo Android

kerja kerja

Bekerja itu bukan semata-mata beraktivitas yang menghasilkan keuntungan materi. Bekerja itu berkarya. Membangun peradaban. Melaksanan tugas langit. Mengaplikasikan praktek membumi.

Lalu, apa menulis bukan bekerja?


Hilmy Nugraha

@hilmyhilmyx

- sent from my Lenovo Android

perdikan.

Selanjutnya mungkin proyek kafe. Memang sudah menjadi cita-cita, saya dan Rizky membuat kafe. Dan bisa jadi ini adalah jalannya.

Ada sebuah tempat bagus di pinggiran kota Purbalingga. Cukup bagus, cukup strategis. Pelan, saya sudah bisa menempatinya.

Selanjutnya tinggal menyasar saja, siapa target pasar dari kafe ini. Selain tempat minum, nantinya mau ada diskusi rutin, bedah buku, live music sampai nonton film bareng.

Niatnya bernama "perdikan, coffee and tea".

Sepertinya bisa berjalan. Ini sudah langkah pertama.

Hilmy Nugraha

@hilmyhilmyx

- sent from my Lenovo Android

Ttg Klh

Sekeras apapun kehidupan menempamu, tahanlah. Seburuk apapun keadaan menimpamu, nikmatilah. Kalau sampai mengeluh, itu tandanya kamu kalah.


Hilmy Nugraha

@hilmyhilmyx

- sent from my Lenovo Android

Rindu.

Pagi ini tiba-tiba saja saya merindukan Belik. Desa kecil selatan gunung Slamet yang menjadi tempat kelahiran saya. Udara pagi ini tepatnya. Mirip sekali.

Dingin. Penuh orang bersarung. Lalu lalang kendaraan bak terbuka membawa sayuran dari lereng gunung. Ojek bersliweran membawa para pembeli pasar.

Ada soto Kang Roni di pojok pasar. Ada kios kopi dan rokok di seberangnya. Warung-warung berderetan. Penjual emperan tak kalah ramai.

Ramai ini karena hari pasaran. Semua orang turun ke pasar. Membawa komoditas terbaiknya.

Saya seperti ada di depan sebuah toko kelontong, menikmati sarapan nasi sayur waluh dan kerupuk mireng. Duduk di kursi santai karena memang sedang santai.

Belik tanah leluhurku. Dan tiba-tiba aku merindukannya. Udara dingin, mirip sekali.


Hilmy Nugraha

@hilmyhilmyx

- sent from my Lenovo Android

biyah

pernah suatu kali si bumi kena 'biyah' di sekujur badannya. bentuknya seperti keringat buntet, beberapa ada seperti bisul kecil, berbintik. 'biyah' ini katanya musiman, terkana udara panas. saat itu memang bumi sedang ada di cilacap. bukan main kami repotnya, kasihan juga melihat anak seumur purnama kena 'biyah' di sekujur badan.

Subjek Informasi

Anda jadi masyarakat informasi hati-hati. Anda pikir Anda sudah tahu segala informasi gara-gara Anda browsing-browsing. Itu bukan pengetahuan, tapi Anda jadi korban informasi.

Kalau Anda ingin menjadi masyarakat informasi, Anda juga harus jadi sumber dari informasi. Pokoke upload-upload terus tanpa Anda membuka lagi informasi yang Amda sebarkan. Hal itu saya lakukan dengan Kiai Kanjeng. Itu baru Anda disebut sebagai subjek informasi, bukan korban informasi.

Pokoknya upload kebaikan-kebaikan, tanpa perlu peduli dan tahu apa respon dari komentator.

Muhammad Ainun Nadjib

@hilmyhilmyx

- sent from my Lenovo Android