Sudah sekitar satu setengah bulan aku berlatih main gamelan. Awalnya hanya diajak Rizky. Dia diajakin Demas, sepupunya yang jadi punggawa IMM di UMP. Ajak mengajak. Aku mau saja. Jadilah kami bergabung di Seni Karawitan Jamus Kalimasadha.
Maen gamelan sudah jadi resolusiku sejak dulu. Mungkin sama kayak Rini yang pengen belajar biola. Gamelan bisa jadi klangenan waktu aku masih SMP dulu. Aku begitu hobi mendengarkan sekelompok alat musik ini. Melalui wayang tentunya.
Dan kemarin-kemarin dipicu dengan beberapa kali nonton wayang bareng Naim, beberapa kali nonton pertunjukkan Kiai Kanjeng, semakin membuatku pengen belajar gamelan.
Pucuk dicinta ulampun tiba.
Kalo dibilang idealis, bisa saja aku maen gamelan karena pengen nguri-nguri kabudayan jawa. Tapi sejatinya memang banyak faktor pendorong, kenapa aku mau melakukan ini.
Gamelan itu syiar Islam. Disetiap alatnya punya makna, disetiap ketukannya penuh filosofi, disetiap harmoninya mencerminkan keragaman manusia, dan bisa jadi memang gamelan ini puncak peradaban kesenian masyarakat jawa. Gamelan sendiri diciptakan oleh wali. Luar biasa to?
Ada juga karena didalamnya terdapat senam otak yang luar biasa. Tangan kanan dan kiri yang merupakan cerminan kedua belah otak, dipadukan geraknya sangat ritmis dan harmonis. Kita belajar pendengaran disini. Belajar merasakan keharmonian suara. Belajar mengenal ketidaksesuaian nada. Wow!
Dan kalau bukan kita yang akan mempelajarinya, maka siapa lagi? Kita tahu, di Swiss, Belanda, ada kursus gamelan disana. Orang sana bisa jadi jauh lebih jago bermain gamelan daripada kita. Moso' kita ikhlas, kebudayaan kita dipelajari orang, tanpa kita juga bisa menguasainya?
Faktor lain ya karena aku ndak bisa maen gitar atau alat musik modern laiinya, kalopun harus memulai belajar maen gitar, rasanya kok tua banget yah? Hahaha, mending latian gamelan wae cung!
"Sinau gamelan iso nggawe kowe lungo nyang luar negeri cah...", kata Pak Bejo, instruktur gamelan kami.
Wuih, iso iki!
11:40
2 Juli 2011
Yuh, mayuh, dolanan jawa.