hari #6 : tentang idealisme



#tentang idealisme

berbicara tentang idealisme cenderung berbicara tentang masa muda yang meluap-luap. namun bukan berarti pula orang tua tak punya idealisme. idealisme memang tumbuh dikala muda. kadang disaat kita belum melihat dunia seutuhnya. sehingga kita selalu mendambakan kehidupan yang selalu ideal dengan pikiran dan harapan kita. sehingga pula, banyak orang tua yang hidup lebih fleksibel terhadap idealisme mereka sendiri karena kalah perang dengan realitas.

aku pernah berkata pada nadia, teman diskusiku,

"anak muda seperti kita hanya punya idealisme nad, kita harus jaga, jangan sampai ilang."

apalagi yang dimiliki anak muda ingusan macam kita, selain pikiran dan harapan akan kehidupan sesuai dengan apa yang kita inginkan. inilah idealisme.

anak muda selalu punya pikiran yang banyak berseberangan dengan orang tua. meski kadang berseberangan tidak selamanya buruk. namun yang perlu ditekankan adalah, bagaimana kita tetap berjalan pada idealisme kita, tanpa luntur oleh relitas yang terjadi keseharian.

aku punya harapan besar tentang bagaimana hidupku dimasa datang. bukan berarti aku mendikte Allah, tapi inilah harapan, justru keyakinanku terhadap Dia diuji disini. harapanku adalah hidup sebagai pengusaha, yang mempunyai banyak usaha dan beberapa aktivitas sosial. tentunya menyenangkan dalam bayanganku.

nah, yang terjadi adalah sebaliknya. yang kulakukan kini tampak tidaklah menyenangkan bagi orang lain, termasuk keluargaku. waktu kerjaku tak tentu. kadang pagi sekali, shubuh bahkan. kadang tengah hari terik, kadang sore hari senja atau kadang bahkan tengah malam pekat. tempat kerjakupun tak jelas. kadang bisa didepan laptop sipu, diskusi bareng teman di alun-alun, atau bahkan keluar ke kota antah berantah. hal ini yang mungkin belum bisa diterima oleh keluargaku.

apalagi ditambah apa yang kuusahakan selama ini belum menunjukan hasil finansial yang prima. meski aku tak pernah menyalahkan Allah, disinilah idealisme dan realisme ditarungkan. aku berhadapan dengan kondisi bahwa lapar itu nyata, bukan angan-angan. lapar itu harus terobati dengan makan, bukan dengan suplemen motivasi seperti sabar, ikhlas, atau syukur.

idealismeku adalah menjadi pengusaha sedang realitasnya adalah aku belum aman secara finansial dengan jalan ini.

sering yang terjadi, lunturnya idealisme bukan karena faktor malas menjaga, namun lebih ke faktor luar diri kita. kadang keluarga kita tidak setuju dengan apa yang kita usahakan. kadang orang yang kita sayangi tidak mendukung dengan apa yang kita lakukan.

disinilah, kita perlu strategi. kita tentu saja bisa hidup dengan idealisme kita, tapi orang-orang didekat kita, apakah mereka selalu menerimanya? rasanya tidak selalu. kita butuh cara meyakinkan mereka, bahwa apa yang kita lakukan itu selalu butuh proses. sekecil apapun, termasuk dalah hal usaha.

komunikasikan idealisme kita, tak perlu ngotot. pelanlah, supaya orang -orang didekat kita paham, apa yang sedang kita perjuangkan.

sepertinya memang benar, setiap idealisme butuh pengorbanan.
berat, tapi lebih berat lagi hidup tanpa idealisme.

syukurku di hari ini ya Rahman..

07:05
19 januari 2011
pagi yang indah,
mendengaran etalase-nya Sore,
mantap ni album.

4 kata-kata:

yuanita handoko mengatakan...

mang hilmy kerjanya apa ya kalo blh tau? semangat hil, kamu pasti bisa mewujudkan mimpimu...

Hilmy Nugraha mengatakan...

@yuanita, makasih ya. amin. kerjaku? salesman. hehe

de' Fitri mengatakan...

Orang tua suka ngaTur, karena lupa dia pernah muda. Orang muda suka ngaWur, karena lupa dia akan tua. *nyambung ga? :D

Hilmy Nugraha mengatakan...

@fitri, ah, ungkapan yang pas.