Sekarang memang kita membutuhkan revolusi pindah kiblat, Kiblat ibadah mahdhah kita sudah jelas, namun kiblat kebudayaan, pola pikir, ideologi, bahkan kiblat lidah untuk menentukan makanan itu enak atau tidak sudah harus pindah. Inilah yang sebenarnya bisa disebut dajjalisasi, yakni kita semua dipindah kiblatnya, bahkan mungkin dalam ibadah mahdhah-pun, kiblat muatan hati dan pikiran kita juga telah dipindah. Artinya kita melakukan ibadah mahdhah, niatnya boleh jadi bukan lagi 'Ka'bah'. Dan hampir di semua bidang, yang terjadi saat ini adalah dipindahnya kiblat kita menjadi manipulasi Masjidil Aqsha, yakni bahwa Masjidil Aqsha yang kita ketahui saat ini, bukanlah masjidil aqsha yang sebenarnya. Maka, kita semua adalah korban dari tipu daya. Prinsip Dajjal sangat sederhana: kamu diajari untuk merasakan surga sebagai neraka dan sebaliknya. Maka, yang saat ini kita kejar-kejar, sebenarnya adalah neraka. Dan yang kita takuti dan jauhi habis-habisan justru adalah surga. Sehingga kita menjadi keliru kapan harus bersedih dan kapan harus bergembira, kapan marah kapan sabar, dan seterusnya.
Hidup itu yang nomor satu bukanlah kesiapan menikmati hasil, melainkan kesiapan untuk berjuang. Kalau mau lebih tinggi, adalah kesiapan menikmati proses perjuangan, yang pasti susah dan sengsara. Tetapi dengan manajemen ruhani yang tepat untuk menikmati kesusahan dan kesengsaraan dengan mencari hikmah dari Tuhan dalam setiap kesusahan dan kesengsaraan perjuangan. Dengan begini, dalam kesusahan dan kesengsaraan apapun, masih akan ditemukan banyak alasan untuk bergembira, sebab setiap kesengsaraanmu adalah harapanmu di hadapan Allah. #emhaainunnadjib
0 kata-kata:
Posting Komentar