Jalan Kemarin

Perjalanan ini menempuh ribuan kilometer. Dan kami tempuh dengan mobil pribadi. Setir sendiri.

Tujuannya adalah mencari ilmu, mencari cahaya. Berjalan ke Timur, mencari cahaya terbit. Disana ladang cahaya ditaburkan.

Kami berjalan menyusuri pantai utara, banyak tempat yang musti kami singgahi. Ujung persinggahan kami adalah seberang Madura, melewati suramadu. Dan tujuan kami memang di Jombang, Padhang mBulan.

Saya jadi makin kenal teman-teman saya. Memang benar, kalau mau kenal seseorang, berjalanlah bersamanya beberapa hari. Kita akan tahu, 65% dirinya.

Ada Mas Agus yang selalu memaknai perjalanan ini. Dia ini pancer kami. Pengantar risalah. Menurutnya, perjalanan terjauhnya dengan menggunakan jalan darat mobil pribadi.

Mas Herman, bendahara kami, sempat sakit setelah masuk Madura, dia berkeyakinan, dirinya dicuci oleh Mbah Kholil. Sampai pulang sudah segar, makannya banyak kembali. Nyenengi.

Mas Amin, pasukan saba kuburannya Purbalingga, menikmati sangat perjalanan ini. Kunjung makam, wirid, dia spesialisasinya. Wirid bersama Majelis Pahingan dan ikut forum Padhang mBulan adalah umroh baginya.

Pak Sugeng sedang centil-centilnya. Duda beranak satu ini berganti DP BBM sejam sekali, menunjukkan lokasi dimana dia berada. Meski demikian, tirakat dan perenungannya yang dalam, kita tak bisa membantahnya. Dia bombong.

Anggi seperti biasa. Enteng hidupnya. Meski ketemu penggiat Malang yang sudah dinantikannya, tetap saja tidak menyapa satu katapun. Cintanya seperti Umbu.

Kusworo selalu sibuk dengan HPnya. Kasmaran, gandrung, sedang mewakili perasaan dirinya. Habis dia sepanjang jalan diledekin kita.

Rizky seperti biasa, perencana perjalanan terbaik. Paham patrap dan kepatutan. Tulisannya muat di Sabana, dia membeli majalah ini lebih dari tiga.

Azis supir terbaik kami. Mulus, kencang dan irit. Sepertinya perjalanan ini adalah perjalanan ter-fit-nya. Saya salut.

Hirdan beberapa kali mengeluh, tidak sempat bersalaman dengan simbah dan tidak mengikuti forum hingga selesai.

Dan saya sendiri. Mbleketir. Ora ngapa-ngapa.

Bagi saya, perjalanan itu adalah sarana refleksi. Disitulah diri kita terlihat sesungguhnya. Dominant, egois, menang sendiri atau ngalahan, nerimo, dan sebagainya.

Alhamdulillah, lancar semua sehat semua. Dan kami pulang dengan senang. Melebihi perasaan kami lulus wisuda.

Seolah perjalan ini, perjalanan hakekat. Mencari Dia, melalui cahaya...

Tabik,

Hilmy Nugraha

0 kata-kata: