Penangguhan

Bayangkan. Sekali lagi bayangkan. Bagaimana jika setiap dosa yang kita lakukan, langsung diganjar olehNya dalam bentuk hukuman fisik. Luka, borok, berdarah, terpotong, cacat, hingga kematian.

Bagaimana jika ketika kita berbohong, maka kemudian mulut kita sumbing. Bagaimana jika ketika kita makan barang yang haram, maka kemudian perut kita membesar lalu meletus. Bagaimana jika ketika kita mencuri, maka tangan kita kemudian terbalik, hingga tak bisa digerakan. Begitu telat sholat, maka jari-jari kita putus. Begitu tidak puasa, maka tubuh kita terbakar. Begitu haji dengan uang korupsi maka kita mati sekarat.

Pasti setidaknya kita akan mikir-mikir jika akan melakukan dosa.

Hal-hal tersebut sebenarnya pernah diberikan Tuhan kepada kaum-kaum terdahulu. Begitu mereka membangkang, hukuman serta merta datang. Lihat saja kaum Tsamud, kaumnya nabi Sholeh diluluhlantakkan oleh gempa; kaum Aad, kaum Nabi Hud hancur terkena angin topan; kaum Madyan kaumnya Nabi Syuaib habis karena gempa, kaum nabi Nuh kebanjiran; kaum nabi Luth remuk dihujani batu; Qarun tenggelam perut bumi; Firaun lenyap di tengah lautan; Abrahah mati terkena batu panas; ada juga kaum yang dikutuk kera.

Berbeda dengan umat-umat sebelumnya, semua reward dan punisment kita ditangguhkan nanti. Di hari akhirat. Semua tercatat dengan baik oleh Rakib dan Atid. Kita sebagai umat nabi Muhammad, alhamdulillah lumayan santai.

Apa ini berarti Allah sudah mempercayakan diri kita, bahwa sudah bukan berada di dimensi fisik, tapi dimensi ruhani? Sudah bukan berada di dimensi ibadah secara kasat mata, tapi iman yang ada didalam dada? Penghayatan kita akan segala keadilanNya, pemaknaan kita terhadap semua catatanNya, dan keyakinan kita terhadap semua balasanNya?

Hingga mencapai puncaknya, ihsan. Merasakan kehadiranNya, seolah-olah kita bisa melihat Dia atau Dia sedang melihat kita. Ya, ini dia.

nb: inspirasi dari buletin mocopat syafaat, edisi juni.

15 April 2011
06:22
Lengang, tanpa ada sesuatu. Biar diri ini yang bicara.

0 kata-kata: