Tentang Kembali Ke Salaf

Pertama-tama, yang Anda harus ketahui, berapa persen masyarakat Indonesia yang familiar dengan al-Quran? Yang melek sejarah Islam saja, berapa persen? Paling-paling Cuma 12% yang bisa baca dan familiar dengan al-Quran. Kita ini masih dalam marhalah (fase) dakwah, masih jauh dari Islam yang sebenarnya kita inginkan.

Yang kedua, (bila ada) teman-teman kita yang kembali ke gerakan salaf, itu bagus dan harus, sebab di dalam hadis dikatakan, “Khairu qurun, qurni tsummal ladzina yalunahum” (sebaik-baik masa adalah masaku dan masa-masa setelahku).

Tapi contoh (gerakan salaf) bukan berarti memelihara jenggot dan bercelana di atas mata kaki. Kalau sekadar ingin berjenggot atau bercelana seperti itu, ya silakan.

Kita harus mengetahui bahwa tiga abad pertama Islam itu adalah masa-masa kejayaaan dan keemasan, yaitu masuknya tsaqafah (kebudayaan) hadharah (peradaban), ilmu pengetahuan, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tajwid, ilmu qiraat, ilmu nahwu, sharaf, balaghah, kedokteran, astronomi, dengan tokoh-tokohnya: Ibnu Sina, al-Farabi, al-Kindi, al-Khauqa, al-Idrisi yang ahli ilmu bumi. Semua terjadi di abad ketiga Hijriah, di samping Syafi’i, Maliki, Hambali, Hanafi, Bukhari, Muslim.

Jadi, kalau kita mau bicara kembali ke salaf, ayo, saya setuju, tapi ilmunya (peradabannya) bukan hanya simbol sorbannya, jenggotnya dan juga celana yang di atas mata kaki itu. Ayo kita kembali membangun kejayaan Islam seperti salaf


Aku suka sekali kutipan ini. Kata-kata dari Dr Said Aqil Siradj.

2 kata-kata:

Ajeng Sari Rahayu mengatakan...

aku juga suka kutipan di atas

Hilmy Nugraha mengatakan...

@ajeng, dari ketua PBNU.