Si Ular Besi Kelas Rakyat
Penuh sesak. Tas-tas tergeletak rapi diatas bangku. Ada juga yang di lorong bangku. Penjual asongan hilir mudik. Harus berjingkat-jingkat pelang, karena jalan kadang susah dilewati. Berbagai macam dagangan ada disini. Pop mie, kopi, aqua, tahu, nasi rames, pecel, sendal, sabuk, bolpoint, mainan anak, pulsa, buku, hingga alat kerikan. Aroma menjadi bermacam-macam. Keringat ratusan orang bersatu dengan udara. Parfum puluhan orang bersatu. Ada beberapa yang tidak bisa duduk, selonjoran saja beralas koran bekas. Pedagang koran bekas laris manis.
Pengamen datang silih berganti. Berbagai macam gaya. Yang lakilaki, yang perempuan, bahkan yang banci. Hiiiii. Pengemis ada juga. Ada yang buta, ada yang lumpuh, ada yang dari masjid, ada yang anak kecil, ada yang ibu-ibu. Macam-macam. Tukang bersih-bersih, tukang sapu selalu bergantian. Plus minta uang. Tukang parfume ada, menyemprotkan ke sudut-sudut bangku, kemudian minta uang. Apapun bisa jadi uang disini. Obrolan hangat di setiap bangku terasa menyenangkan. Semua kembali menjadi akrab. Bertambah saudara lagi. Saudara satu bangku. WC ada dibelakang dan depan gerbong. Biasanya ada airnya. Bersyukurlah bagi yang ada airnya. Harus dipakai ketika kereta berjalan. Kadang ada beberapa orang yang ada di bordes sambungan kereta.
Polsuska datang bersama kondektur. Berwajah garang tapi baik hatinya. Kadang ada penumpang yang memberinya salam tempel. Beberapa, tak banyak. Petugas restorasi berkeliling, menjajakan makanan. Bermodal menu, seragam dan bolpoint ditangan. Harga makanan restorasi selangit. Kadang bolak-balik menyewakan bantal dengan bekas iler dimana-mana. Tapi tetap saja laris. Kereta ekonomi bisa setiap stasiun berhenti. Meski hanya cuma beberapa detik. Kereta ekonomi kereta sabar menanti. Paling berada diurutan terakhir untuk urusan persilangan. Yang mahal ya duluan. Itu kereta eksutif atau bisnis. Jika berhenti lama, gerbong serasa oven. Panas bukan main. Kipas angin diatap gerbong tidak bisa menangani dengan baik hawa panas didalam gerbong. Penumpang hanya sibuk berkipas-kipas. Dan pedagang kipaspun mulai beraksi. Laris.
Setiap ada kesusahan pasti ada lahan rejeki untuk orang lain. Itu prinsip di kereta ekonomi. Aku tak habis pikir, dengan kereta seperti ini, tapi masih banyak juga yang menggunakannya. bahkan untuk jarak jauh seperti jakarta surabaya. Bisa dibayangkan hampir 12 jam di dalam kereta demikian, seperti apa rasanya? Tapi itulah Indonesia. Selalu bisa mangambil sisi positif dalam setiap kejadian. Menggunakan kereta ekonomi itu bisa berarti penghematan, bebas merokok kapan saja, banyak pedagang makanan yang tersedia, hingga menambah saudara disetiap obrolan hangatnya.
Menaiki Kereta Ekonomi memang sebuah sensasi.
nb: gambar dari semoboyan35.com
15 Maret 2011
10:32
Words-Keroncong
Seusai mendengarkan cerita Melyn naek kereta ekonomi.
Hehe, lulus sudah kau anak muda. Jakarta - Jogja.
ditulis oleh
Hilmy Nugraha
15 Maret 2011
Labels:
ekonomi,
kereta api,
me,
pemikiran,
pengalaman,
perjalanan,
petualangan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
7 kata-kata:
semua ada di kereta ekonomi. :)
dewasa ini, rute yang pernah kujelajahi hanya bekasi-kota. sensasi konyol pun terjadi kala aku pertama kalinya pulang dari kota sendirian.
aku yang seharusnya turun di stasiun bekasi, malah turun distasiun sebelumnya. Pesan moral : jgn mudah terbawa arus, turun dari kereta karena mengikuti tante2 berbaju merah
@melyn, haha, lulus kau anak muda!
@nita, hohi, aku suka sekali naik KRL, apalagi pas penuh. SENSASI!
sekarang tiap hari k kantor must naik kreta, eksekutif & ekonomi ac pelayananNYa sm saja cuma beda rute itu setau saya yahh klo menuju bekasi-kota
@nita; wahh turun d kranji yahh,..makanya d catet nnt lama2 hafal sendiri, yakin deyy :)
Purwokerto-Jogja...
banyak pengalaman yg d dapat dari kereta ekonomi...
menikmati kereta ekonomi,
menikmati LoGaWa :)
@dy, wah, asyeek, aku lama bgt ndak naek KRL. kangen sensasinya.
@arif, yupi! logawa
@kawasaki ninja, :D
Posting Komentar