#4 : Dipilihkan


Aku semakin bersyukur atas pilihan-pilihanku hingga saat ini. Aku semakin merasa bahwa pilihan-pilihanku adalah ilham dari Tuhan. Ya, lewat bahasa yang tidak aku mengerti sampai saat ini.

Terlalu banyak pilihan-pilihan dalam kehidupan ini. Dan tentu takkan mampu aku terjemahkan semua dalam kata. Untuk saat ini aku ingin berbicara masalah politik.

Beruntungnya aku memilih BP sebagai bupati Banyumas, meski pada akhirnya tak jadi. Yang jadi justru kuda hitam yang memang hitam dari Patikraja, Mardjoko. Sampai saat inipun aku bisa jamin, para pemilih BP merasa pilihannya benar. Bahkan Gus Anam, Kiai dari Pondok Pesantren Leler, yang memang istikharahnya jatuh pada BP.

Karena hingga saat ini, kepemimpinan Mardjoko memang tak menghasilkan apapun kecuali Alun-alun Purwokerto yang berubah menjadi Alun Purwokerto, Eks terminal lama yang berubah menjadi taman kota berbayar, pembangunan hotel mewah bintang 4 yang tingginya menjulang sendirian, hingga reshuffle kabinetnya di dinas-dinas Pemda yang sangat kontroversial.

Baturraden, ikon pariwisata Banyumas sepertinya tak ada perubahan. Dialami sendiri oleh Pak Rasdi, penjual somay langgananku. Dia yang bilang bahwa Baturrden yang dia kunjungi tiap tahun, untuk menyenangkan anak istrinya tak ada perubahan apapun.

Kata siapa ada reformasi didalam birokrasi pemda? Itu omong kosong, mlompong. Perijinan pasang spanduk saja bisa membutuhkan waktu berhari-hari. Ribet dibuat-buat. Dinas Pendidikan bukan main jutek dan berbelit-belit. Mengurus ijin training, bisa jadi pekerjaan yang membosankan.

Janji investasi dari luar pun hanya buih di lautan saja. Tak ada realisasinya. Membusa diawal, kemudian hanyut tertelan ombak. Banyumas menjadi kabupaten tanpa tema. Tak jelas arahnya mau kemana. Mau jadi kota perdagangankah? industrikah? pariwisatakah? pendidikankah? atau malah justru jadi kota keripik? Hah! Semakin jengah saja.

Masyarakat kini sudah dijamin tidak mau memilih Mardjoko lagi. Aku yakin mereka menyesal. Menyesal menukarkan uang beberapa puluh ribu rupiah dengan janji palsu selama 5 tahun.

Aku semakin percaya, bahwa pilihanku ke BP tidak salah. Ya, mesti dia kemudian tak jadi bupatinya.

Dan, aku juga memilih Jusuf Kalla untuk jadi presidennya, bukan SBY. Aku juga merasa benar kali ini. Sungguh-sungguh benar.

10 Mei 2011
08:36
Sudahlah - Padi
Sudah-sudah, selanjutnya siapa yang memimpin? Silahkan. Rakyat sudah apatis.

3 kata-kata:

Mentari pagi mengatakan...

pilihan yang benar sepertinya....

Yuanita Handoko mengatakan...

apatis? sepertinya begitu?

Hilmy Nugraha mengatakan...

@siska, insya Allah de..
@nita, yuhi. apatis, atau kritis.