siapa tahu kita benar-benar tidak mengerti persoalan, tapi omong besar terus-menerus. salah, tapi bersuara mantap dan keras. tidak terlibat dalam kasunyatan, tapi statement kita memenuhi langit. siapa tahu kita buta terhadap apa yang sebenarnya terjadi, tapi kita merasa pahlawannya. kitalah 'yang memasukkan bola ke gawang' sambil tidak mengerti posisi kita di lapangan.
juga tidak tertututp kemungkinan kita tuli terhadap apa yang sesungguhnya realitas sejarah karena kita hanya bersedia mendengarkan dengung obsesi kita sendiri, mendengarkan nafsu, kehendak, egosentrisme dan kenomorsatuan subyektif kita. kita mengumumkan hal-hal tentang rakyat, tapi rakyat yang kita maksud adalah asap-asap asosiasi tentang rakyat yang ada di batok kepala kita sendiri. kita bicara keras tentang hak asasi manusia, tapi itu pointers buku skenario perjuangan kelompok kita, bukan 210 juta manusia yang kita selami detak jantung dan nurani mereka.
kegelapan adalah tiadanya sistem nilai berpikir yang konsisten dan yang diberlakukan. setiap benda dan peristiwa dihadapi dan dinilai dengan sistem nilai yang berubah-ubah berdasarkan selera masing-masing. kasus demi kasus tidak dituntaskan melalui acuan yang bisa dipertanggungjawabkan, tidak ada yang pernah dan akan dituntaskan secara bertanggung jawab.
dalam kegelapan gerhana bulan, pahlawan diinjak, penghianat dijunjung, pecinta dihardik, pendengki dirangkul-rangkul, penolong dikutuk, dan pencelaka diangkat-angkat. yang tumbuh subur hanya fanatisme buta, khayal tentang pemimpin, kebencian, yuwaswisu fi shudurinnas, bukan pencarian kebenaran, kasih sayang dan keadilan berpikir.
dalam formasi garis stagnan gerhana bulan, kalau bumi tak bisa diapa-apakan karena sudah maksyuk nikmat dalam narkotik disinformasi dan bau bangkai, maka bulan yang harus menggeser dirinya, berhijrah, ber-uzlah, agar memperoleh cahaya matahari, kemudian sedikit memantlkannya ke bumi.
(Emha Ainun Nadjib)
----
Sent using a Sony Ericsson mobile phone
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 kata-kata:
Posting Komentar