Desa, sebuah lukisan alam yang pernah terpampang indah dalam ingatan. Tempat dimana kebersamaan dan gotong royong menjadi irama kehidupan. Namun, kini desa itu berubah, bermetamorfosis menjadi wilayah sub-urban, berbatasan langsung dengan kota.
Perumahan baru menjamur, menyerupai hutan beton yang tumbuh subur di tanah subur desa. Pendatang berdatangan, membawa warna baru dalam lukisan desa. Mereka datang dengan impian, harapan, dan gaya hidup yang berbeda.
Perubahan itu seperti angin musim, datang dan merubah segalanya. Desa yang dulu hangat dengan kebersamaan, kini mulai terasa dingin. Gotong royong yang menjadi jiwa desa, perlahan pudar digantikan oleh individualisme. Rumah-rumah yang dulu selalu terbuka, kini terkunci rapat.
Bergaul dan berbagi cerita di bawah pohon beringin kini tergantikan dengan interaksi di balik layar gadget. Desa yang dulu adalah panggung kehidupan bersama, kini menjadi sekumpulan individu yang hidup dalam balutan privasi.
Namun, di balik perubahan itu, desa tetap menjadi saksi bisu peradaban. Menatap dengan matahari yang terbenam dan bulan yang terbit, desa menyimpan sejuta cerita dan kenangan. Meski gegar budaya mengguncang, desa tetap berdiri, menanti fajar kebersamaan yang mungkin akan datang kembali suatu hari nanti."
0 kata-kata:
Posting Komentar