suatu kali saya bersilaturahim di rumah seorang kawan. rumahnya bagus. luar biasa bagus. tempatnyapun strategis. iya, saya memang sedang membahas tampilan fisik rumah ini. rumah ini berlantai dua. saya melihat lantainya dari granit dengan ukuran 40 cm X 40 cm. saya bisa membayangkan harganya. kayu kusennya pun bagus. kayu keras dan terbaik. besi-besi aksesorisnya tak kalah bagus. untuk letak rumah, bisa dibilang rumah ini ada ditengah kota. bisa terbayangkan berapa harganya.
saya sedang membayangkan, rumah ini tentu bukan milik kawan saya. secara kepemilikan, rumah ini adalah milik orangtuanya. orang tuanya termasuk pedagang sukses. memulai dari bawah sekali, hingga kini bisa menikmati hasil perjuangannya selama ini. saya kembali berfikir, tentunya orang tuanya pasti berjuang mati-matian untuk mencari ini semua. kesuksesan, kejayaan, hidup mapan, rumah, mobil, kehidupan yang terjamin, dan sebagainya. dan tidak lain tidak bukan hanya untuk anak cucu kelak. tentu saja ini semua tidak salah.
saya tidak sedang nyinyir terhadap kekayaan, tidak sedang iri terhadap hidup mapan. hanya saja, saya berfikir, saya sudah sebagai orang tua sekarang, mampukah saya memberikan warisan berharga kepada anak saya? jika mampu, apa bentuk warisan itu?
saya takut sekali, terhadap pencapaian materi. yang saya takutkan adalah, pencapaian yang tidak berimbang dengan kebesaran jiwa. saya membayangkan jika hati dan jiwa saya tidak mampu menerima materi materi yang diberikan Tuhan, sudah pasti saya lupa bahwa itu semua dariNya.
saya ingin sekali kemudian mewariskan kepada anak cucu, tidak melulu materi. tapi justru prinsip hidup yang lebih penting. ada yang disebut dengan idealisme. ada juga sistem tata nilai.
saya ingin anak cucu saya mengetahui, bahwa dibalik semua hasil, ada proses yang lebih penting. kesetiaan diri kita kepada proses yang sedang berjalan. ada semangat produktifitas dan kemandirian. ketidaktergantugan pada warisan materi. sikap ketepatan pengambilann keputusan dalam hidup. prihatin dan mau terus belajar.
saya jadi ingat, bahkan untuk selevel soichiro honda, pendiri pabrik honda, dia tidak mewariskan perusahan dan kekayaannya ke anak cucunya, melainkan menyuruh mereka untuk berusaha sendiri.
kejam? bagi saya inilah esensi pendidikan karakter hidup.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 kata-kata:
Posting Komentar