The Power of Knowledge

The power of knowledge



“Barang siapa menginginkan dunia maka wajiblah baginya dengan ilmu. Barang siapa menginginkan akhirat maka wajiblah juga baginya dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan dunia dan akhirat maka wajiblah baginya dengan ilmu.”



Sabda Nabiyullah ini menandakan bahwa kita kudu berilmu buwat dapetin dunia, akhirat or keduanya. Pas kita jadi dokter kita pun butuh yang namanya ilmu, belajar palig ngga 10 tahun supaya bisa jadi dokter. Gak cuma dokter hampir disetiap bidang kerjaan pasti butuh ilmu. Sampe jadi kuli batu pun gak cuma tenaga yang dipake tapi ada ilmunya juga lho. Misalnya kayak gimana komposisi semen, pasir, kapur ma aernya biar adonan buwat bikin jadi lebih kuat n tahan lama. Bikin roti ja pake ilmu, kalo gak mau rotinya bantat or gosong. Itu yang dunia, kehidupan akhiratpun sama kayak dunia. Luw pengen masuk surga juga pake ilmu. Lho kok? Gamna caranya to? Ya kalo pengen masuk surga kan kita kudu berbuat baik dengan sesama, beribadah yang baik, apa itu juga gak pake ilmu? Gimana kita bisa baik dengan orang lain kalo menghargai or menghormati orang lain ja kita gak tau ilmunya? Gimana kita mau beribagah kalo kita gak punya ilmunya. Ini merupakan indikasi bahwa ilmu itu penting buwat diri kita. Ya mbok?

Eh di Quran juga ada ayat yang ngejelasin pentingnya berilmu :
“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS 58:11

Ayat ini ngisyaratin bahwa selain iman, ilmu pengetahuan juga punya fungsi yang gak kalah pentingnya dalam nentuin derajat seseorang. Lho kok? Gimana engga? Orang punya ilmu tu ibarat gula mengundang semut. Dia jalan bakal bawa berkah keman-mana. Baik buwat dirinya maupun buwat lingkungannya. Orang laenpun bakal memuliakannya, coz pengen dapet manfaat darinya.

So, kalo kita sadar ilmu itu penting, apa yang harus kita lakuin biar dapet ilmu? Belajar. Ya iya lah…. Itu pasti! Belajar, cuma itu kunci biar kita bisa dapet ilmu. Ngutip dari buku kerennya Eko Laksono yang judulnya Imperium III :
Bangsa-bangsa terbesar dan para tokoh besar belajar lebih cepat, lebih banyak dan tidak membuang banyak waktu untuk hal-hal yang tidak berguna. Orang-orang Islam di kekhalifahan Abbasiyah dan Andalusia belajar dengan semangat tinggi seperti halnya mereka akan segera melihat surga dihadapan mereka. Ini adalah hasil dari ajaran Nabi Muhammad Saw. tentang keutamaan menimba ilmu bagi keunggulan dunia dan kahirat. Orang-orang Eropa pada saat renaisans, berusaha saling mengalahkan satu sama lain dalam menimba ilmu. Bangsa Jepang pada masa Restorasi Meiji belajar dengan cepat seakan-akan kehidupan mereka terancam setiap hari. Dan, memang seperti itu keadaannya, tidak hanya bagi Jepang, tetapi bagi semua bangsa yang telambat dalam belajar. Bangsa Jepang memahami betul bahwa kunci keunggulan dan bahkan kebahagiaan adalah terus belajar dan terus berusaha untuk memahami segala sesuatu sampai mencapai kesempurnaan. Sebaliknya, mereka juga paham betul bahwa jika mereka tidak segera belajar dengan cepat, mereka akan makin jauh tertinggal dari bangsa-bangsa yang lebih maju.
Semua tokoh hebat juga memiliki semangat yang unggul dalam belajar. Harun Al- Rasyid dan Al-Ma’mun mengirimkan orang-orangnya untuk menimba ilmu di negara-negara lain. Mereka juga mendatangkan orang-orang pintar dari mana-mana untuk datang ke istana mereka. Penyerapan ilmu dilakukan dengan intens. Al-Ma’mun bahkan membayar buku-buku terbaik dengan emas. Mereka belajar lebih cepat, lebih banyak, dengan semangat dan visi yang lebih hebat dari pada orang-orang biasa. Mereka juga telah mendapat pendidikan yang baik sejak kecil.
Leonardo Da Vinci, Isaac Newton atau Einstein telah mengagumi akan semesta sejak kecil, juga berkat bantuan bantuan orang terdekatnya. Leonardo membedah mayat untuk mendapatkan ilmu yang sempurna tentang anatomi manusia. Ini akhirnya jug terlihat dalam karya-karya lukisannya yang agung. Einsten sampai membolos sekolah untuk belajar dan mebaca lebih banyak karena di sekolahnya ia merasa tidak bebas belajar.
Bill Gates mempelajari komputer sejak kecil dan terus memperdalam ilmunya dengan intens, sementara teman-temannya lebih sibuk hura-hura dan pacaran. Akio Morita sudah sejak dini belajar tentang bisnis dan elektronika dari ayahnya, sama halnya Andrew Carnegie atau John D. Rockefeller. Keunggulan mereka dalam belajar, baik dari segi strategi bisnis maupun teknis produknya, juga menghasilkan kecepatan yang unggul dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan yang terbaru.

Ilmu itu mahal, saking mahalnya dulu jamannya Khalifah Harun Al Rasyid di negeri saudi sana, buku terbaikpun di tukar dengan emas sesuai dengan berat buku itu. Waduh, hebat bgt ya!

Lalu darimana kita dapat belajar semua ilmu itu?
Sebenernya gak cuma disekolah kita bisa dapet ilmu. Toh, banyakan ilmu diluar sekolah. Gak percaya? Kita bisa belajar dari internet, kita belajar apa aja di internet. Dari yang buwat kebaikan ampe buwat kejahatan. Dari neraka ampe surga. Kata orang: jangan tanya apa yang ada di internet, tapi tanya apa yang ga ada di internet. Itu gambaran saking luasnya ilmu di internet. Saking banyaknya. Gak cuma dari internet dari bukupun bisa. Baca buku yang banyak. Emang gak semua buku kita sukai, bahkan ada buku yang menurut kita tuh jelek. Tapi yakinlah, bahwa disetiap buku pasti ada satu ilmu, satu hikmah, satu pelajaran, satu pengetahuan yang bisa kita dapatkan. Satu hal tersebut, barangkali, mengandung manfaat besar yang gak kita sadari saat ini.
Jadi setiap buku pasti ada manfaatnya!
Ngebiasakan diri baca buku berarti ngebiasakan diri berguru pada sumber-sumber ilmu yang dahsyat. Membaca buku berarti berdialog langsung dengan pikiran para guru atau para master dari berbagai zaman. Kandungan dan kekayaan ilmu bisa kita serap dengan begitu mudahnya. Jadi membaca adalah aktivitas pengembangan diri. Bayangkan aja, kalo kita bisa maksain diri buwat baca minimal satu buku dalam seminggu. Maka satu bulan udah terbaca empat buku, dan setahun 52 buku. Jika konsisten membaca, maka dalam lima tahun kita udah membaca 260 buku. Jika buku-buku yang kita baca itu topiknya menyangkut bidang yang kita geluti, maka dalam lima tahun kita pasti udah ahli dalam bidang tersebut.
Hebatnya!
Selain buku, kita juga bisa beljara dari yang lain. Ngutip kata-katanya mas Bayu Gawtama (penulis di eramuslim.com)

“Jika setiap tempat adalah sekolah, maka setiap orang adalah guru”

Ini benar adanya. Ketika kita belajar, setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, dan setiap peristiwa adalah pelajaran. Kita belajar dimana aja kita berada. Misalnya kita di terminal, banyak ilmu disitu. Anggap itu sekolah, diamana setiap orang yang kamu temui di terminal adalah guru, guru yang mengajarkan ilmu bekerja keras untuk menghidupi keluarganya, ilmu tentang pantang menyerah dengan keadaan, ilmu tentang tanggung jawab terhadap diri dan keluaraganya, ilmu tentang mencari nafkah dengan harta yang halal. Gak cuma di terminal kayak di pasar juga, belajar tentang bagaimana berdagang yang baik, belajar ilmu melayani orang dengan baik, belajar memberikan yang terbaikuntuk orang lain. bukankah ini yang namanya ilmu? Belajar dari setiap orang dan setiap peristiwa. Ambil istilah dari bang Andreas Harefa yaitu belajarlah di Sekolah Kehidupan Indonesia. Ya kayak tadi itu, belajar dari kehidupan yang lagi kita jalani.

Belajar adalah tugas seumur hidup. Karenanya salah kalo kita dah lulus dari skul maupun kuliah trus gak pernah belajar lagi. Karena ilmu itu dipake buwat menghadapi perubahan yang terjadi. Kita bakal ngalamin perubahan hidup dari setiap detik yang kita lalui. Usia kita bertambah, jatah hidup tambah, kebutuhan tambah banyak. tentu aja kita butuh ilmu. Gimana mungkin kita bisa menghadapi perubahan tanpa ilmu? Dengan kata lain, satu-satunya pilihan untuk sukses adalah mengadakan perubahan diri terus-menerus dan kuncinya adalah belajar tiada henti.

Dan kata orang bijak :
“ sebaik2 ilmu bukanlah seberpaa banyak buku yang sudah kita baca, bukanlah seberapa banyak omongan yang kita diskusikan, bukanlah sebrapa panjang gelar yang ada pada nama kita. Karena sebaik2 ilmu adalah ilmu yang diamalkan”

Ya, bener banget! Percuma banget kita dapet ilmu banyak dari sekolah, buku, internet, maupun kehidupan tapi gak diamalin dalam kehidupan sehari-hari kita. Apa hasilnya kalo kita punya ilmu bikin roti, tapi kita gak pernah bikin roti? Ya roti itu gak akan pernah jadi. Roti itu cuma ada dipikiran kita aja. Sama kayak kita kalo punya ilmu ikhlas, tapi gak pernah bisa berbuat ikhlas dalam setiap langkah perbuatan kita, ya kita gak pernah bisa dapetin pahalanya ikhlas, keutamaan orang ikhlas. Kita punya ilmu gak pernah amalin ilmu kita, maka kita gak bakal dapetin keutamaan orang berilmu, gak bakalan dapetin pahalanya orang berilmu, n gak bakal dapet derajat yang di janjiin ma Allah.
So, amalin tuh ilmu kamu!

Gimana caranya? La kok pake nanya.. ya yang jelas kamu lakuin ja ilmu itu, sebisa mungkin berguna bagi diri sendiri dulu, kemudian berguna untuk orang lain. Ini yang disebut dengan ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang kita sebarin melalui tindakan kita. Atawa kita sengaja memberi tau ilmu ini kepada orang lain. Bukankah ilmu yang bermanfaat itu gak putus amalnya kalo kita udah mati? Itu investasi terbesar dalam hidup kita. Investasi kita ampe kita mati. Bahkan ampe kehidupan setelah kehidupan di dunia ini. Wah keren ya! It’s the power of knowledge!

0 kata-kata: