Duh Gusti mugi paringo
ing margi kaleresan,
kados margining manungso
kang manggih kanikmatan,
sanes margining manungso
kan Paduko laknati.
Kalau lampumu tak bersumbu dan tak berminyak, jangan bayangkan api. Kalau gelasmu retak, jangan mimpi menuangkan minuman. Kalau mentalmu rapuh, jangan rindukan rasukan tenaga dalam. Kalau kaca jiwamu masih kumuh oleh kotoran-kotoran dunia, jangan minta cahaya akan memancarkan dengan jernih atasmu. 

EAN
"Yang harusnya dilakukan oleh proyek yang menyebut dirinya “Pengentasan Kemiskinan” adalah masalah moral, Pemiskinan, bukan Kemiskinan. Kalau kemiskinan jangan diberantas, kalau memilih miskin masak ditangkap polisi. Kalau milih miskin itu tidak apa-apa, yang tidak boleh adalah kamu mencuri atau kamu bikin aturan yang akibatnya orang jadi miskin, itu yang dilarang, yang kita lawan tuh itu, bukan kemiskinannya. Jadi seharusnya Pemberantasan Kemiskinan, jangan ada sistem, aturan, tindakan dari siapapun yg menyebabkan orang seharusnya tidak miskin menjadi miskin." -ean-
silakan tenggelam dalam gelisahmu, gundahmu, marahmu, kecewamu dan semua perasaan buruk yang sedang kau alami, tapi ingat, ada orang yang selalu jujur untuk selalu bersiap menjadi ujung indahmu.

Coldplay - Fix You


nice song, for you!

apa ada angin di Jakarta


Apa ada angin di Jakarta?

Selalu saja ini jawabanku, atas semua pertanyaan dan pernyataan yang berhubungan dengan Jakarta.

Apa kau tak ingin bekerja di Jakarta?
Di Jakarta banyak lowongan pekerjaan.
Hidupmu takkan berubah jika kau tak ke Jakarta.
Orang udik, selamanya jadi orang udik.
Jakarta boi! Modernisme ada disana!

Dan jawabanku adalah, apa ada angin di Jakarta?
Sebuah puisi dari Umbu Landu Paranggi, guru besar Iwan Fals, Cak Nun, Ebiet G Ade, dan seniman Malioboro, Jogjakarta.


Apa ada angin di Jakarta
Seperti di lepas desa Melati
Apa cintaku bisalah dicari
Akar bukit Wonosari

Yang diam di dasar jiwaku
Terlempar jauh ke sudut kota
Kenangkanlah jua yang celaka
Orang usiran kota raya

Pulanglah ke desa
Membangun esok hari
Kembali ke huma berhati
11 september 2011
Kapan ke Jakarta? Jika ibukota sudah berpindah ke Magelang.

mengungguli dunia


Tentu saja aku baru pernah dua kali keluar dari pulau Jawa ini. Yang pertama ke Pulau Nusakambangan bareng sepupuku, yang kedua Pulau Madura bareng adekku. Dan lagi-lagi, itu bukan sebuah petualangan. Nusakambangan hanya mencari pantai pasir putih, dan Madur, aku hanya mencari sensasi lewat Jembatan Terpanjang di Indonesia, Suramadu.
Kalian boleh saja menyebutku udik, karena belum pernah ‘benar-benar’ keluar dari Pulau Jawa. Boleh saja. Bias jadi aku merasa bumi imi seluas pulau Jawa saja. Haha..
Dan kali ini aku menyeberang ke Bali. Aku sungguh sangat menikmati perjalanan ini. Melihat sesuatu yang berbeda, mecoba banyak hal baru adalah resolusi abadiku. Bali, meski hanya 5 hari, ini adalah titik, dimana aku melesat jauh, kedepan, mengungguli dunia.

7 September 2011
Mengenang perjalanan Bali, dengan bis Wisata Komodo bergambar kuda.

ke Bali


Sebut saja aku katro. Karena mungkin baru pernah keluar dai pulau Jawa ya 3 kali ini. Pertama ke Nusa Kambangan, berlibur ke pantai pasir putih bareng sepupuku yang cantik (hehe, promo), yang kedua ke Madura, mencoba melewati Jembatan Suramadu kemudian sampai ujungpun aku musti balik lagi, ini bareng sama adekku di Surabaya, dan terakhir aku ke Bali, sendirian.

Ke Bali kali ini sungguh tak ada niatan jalan-jalan disana. Aku cuma dapat undangan untuk menghadiri Summit yang diadakan oleh GEPI yang konon dihadiri juga oleh Hillary Clinton (Menlu AS) dan Eric Schmidt (CEO Google). Dan memang benar, mereka datang.

Aku bersusah-susah untuk bisa datang di event ini. Bagiku ini adalah investasi untuk menambah teman, jaringan, kepercayaandiri, ilmu, wawasan, hingga inspirasi. Aku tak ingin melewatkan kesempatan ini.

Bismillah, aku ke Bali.


Simalem oh Simalem


Tak ada setitikpun awan di langit.
Aku masih termangu, duduk diatas gundukan tanah. Memandang jauh kedepan. Ada air nampak tergenang dari jauh, itu Toba. Ada tanah menjulang tinggi, itu bukit Samosir. Teman-teman nampaknya asyik menghentikan waktu dengan kamera. Beberapa menikmati semilir angin yang tak henti-henti.
Langit luas, makin luas. Udara sejuk, menjadi hangat sedikit karena mentari.
Ini Karo. Aku bisa leluasa memandang danau terbesar di Indonesia dari sini. Dari jauh. Dari atas. Dari bukit  Simalem.

berebutan


Berebutan.

Aku tak pernah menuntut banyak. Apalagi jika ini bukan hakku. Tapi jika ini memang sudah menjadi hakku, biar Allah saja yang mengaturnya. Detail, tanpa prosedur ribet dari manusia.
Sungguh, hina rasanya, berebut uang yang tak seberapa, hingga terlihat belang-belang ketidakbijaksanaan, borok-borok kekanak-kanakan, dan nanah-nanah kerakusan.
Monggo, diplok dewe.

11 september 2011
08:57
Memerangi angkara murka.

antara zaenab dan sarah


Dari dulu aku memang lebih memilih Si Doel nikah dengan Zaenab daripada dengan Sarah. Ada beberapa alasan kenapa aku berkata demikian. Yang pertama, perbedaan status antara Si Doel dengan Sarah membuat Si Doel semakin sungkan dengan keluarga Sarah, meski jeduanya sudah kenal lama. Sarah dilahirkan sebagai orang kota yang kaya, sedang Si Doel dari keluarga desa yang sederhana. Ini sudah terlihat jelas sekali perbedaannya. Ya, meski bisa saja semua menjadi biasa-biasa saja.
Alasan kedua, Zaenab lebih mencintai Si Doel daripada Sarah itu sendiri. Ini menurut subjektifku saja. Aku membaca dari sikapnya masing-masing. Dan alasan ketiga adalah, Zaenab lebih cantik daripada Sarah. Haha, ini adalah alasan kaum Adam saja, hehe.
Setidaknya, hingga malam lebaran kemarin, harapan-harapanku selama ini terjawab. Akhirnya Si Doel menikah dengan Zaenab. Menikah dengan kesederhanaannya, dengan keluguannya dan dengan ketulusannya.
Aku semakin meracau saja.
Toh, sudah ada bang Rano Karno yang menyusun skenario ini. Haha…

11 sept 2011
08:37
Antara Zaenab dan Sarah

mengambang


Kami bangkit dari tempat duduk-duduk. Seketika itu kami berlari. Ya, kami harus segera ke pool bis, arah ke Lampung. Dan sekarang kami ada di Merak.
Setelah melewati kota-kota gelap, yang sejatinya mirip terminal Pinangbaris, akhirnya kami sampai ke pool. Beruntunglah aku dan teman medapat bisa terakhir pemberangkatan. Ah, ini mirip pengalamanku di Bengkulu. Namun bis ini adalah bis ukuran sedang, sama seperti bis yang kunaiki dari Pesisir selatan ke Padang. Yang berbeda adalah bis ini hanya berisi kami bertiga. Sepi bukan main.
Aneh sekali rasanya. Aku seperti melewati jalan dari Solok ke Bukittinggi, melewati kelok-kelok di Singkarak. Dan terkadang seperti Curup-Kepahiang, jalan yang dahsyat sehingga aku mual dibuatnya. Bis berjalan pelan, terkadang kencang. Tak jelas sekali.
Tiba-tiba saja aku bangkit.
Damn! Ini cuma mimpi.
Lekas-lekas aku kirim pesan ke Adhi, tentang mimpi ini. Dia hanya membalas, mungkin karena aku masih ada tanggungan menulis, jadi masih ada yang mengambang di otak. Haha, benar juga.
Boi, ku lunasi mulai sekarang.

30 agustus 2011
Utang tulisan, ratusan.