Todii



 Lagu “Todii” karya Oliver Mtukudzi adalah sebuah ratapan yang lahir dari kepedihan sebuah bangsa ketika HIV/AIDS menghancurkan keluarga demi keluarga. Dalam lagu ini, suara Tuku terdengar seperti jeritan seorang ayah, seorang suami, atau seorang tetangga yang berdiri di tengah badai duka, menyaksikan orang-orang yang ia sayangi perlahan pergi satu per satu. Pertanyaan yang terus diulang—“Ho todii? Senzenjani? What shall we do?”—bukan hanya kalimat kosong, melainkan ungkapan putus asa sebuah komunitas yang merasa kehabisan cara menghadapi kenyataan pahit. Ia menggambarkan betapa menyakitkan merawat seseorang yang kita cintai ketika hidupnya sudah berada di ujung, betapa pedihnya melihat kematian bertumbuh di dalam rumah sendiri. Di balik liriknya, tersimpan kisah kekerasan, pelecehan, dan penularan penyakit yang terjadi dalam sunyi, menimpa perempuan yang tak punya kuasa untuk memilih nasibnya. Pemakaman demi pemakaman membuat doa-doa seolah tak lagi punya daya, meninggalkan rasa kehilangan yang tak terperikan. “Todii” menjadi cermin dari zaman ketika penyakit, stigma, dan ketidakpedulian sosial menjadi beban yang sama beratnya dengan virus itu sendiri. Melalui lagu ini, Tuku tidak hanya menyampaikan duka, tetapi juga memanggil nurani: agar masyarakat berhenti menyalahkan, mulai mendengarkan, dan bersama mencari jalan keluar dari tragedi kemanusiaan yang mengikis harapan perlahan.