darinya untukku

Ia menatap ke jalan. Matanya nyalang. Senyumnya tajam. Siap menebarkan api kemana ia pergi. Ransel merah dipundaknya pun penuh dengan mimpi. Pakaian andalannya? Sudah bisa ditebak. Jeans belel dan kaos yang jarang diganti. Penuh dengan tambal sulam pemikiran yang menggelora.

Aku jadi ingin bertanya, apa keinginannya saat ini. Pernah ia berkata, aku ingin menguasai dunia. Ah, ambisius sekali pikirku. Hanya kujawab dengan tegukan kopi.

Waktu baginya pun selalu berjalan dengan cepat. Tik tok tik tok. Berlari melaju, seperti ia yang senang dengan kecepatan motor besarnya. "Dengan ini, aku mengendarai waktu," katanya saat itu.

Hidupnya pun ia buat penuh dengan patokan. Tidak sepertiku yang senang bersantai, ia benci sekali berjalan tanpa tujuan. "Ah, kau membosankan," lepasku malam itu. Ia pun berlalu dengan senyum, "Banyak yang harus kukerjakan."

Ia menatap ke jalan. Matanya terang. Senyumnya dalam. Tidak hanya membawa api, tapi juga siap menebar air, tanah, udara kemana ia pergi. Ransel hitam dipundaknya penuh dengan doa. Pakaian andalannya? Tetap jeans belel dan kaos yang seperlunya berganti. Penuh dengan berbagai persiapan sejak jauh hari.

Kali ini, aku masih ingin bertanya, apa keinginannya. Lalu ia menjawab, "Aku sudah tidak menginginkan apapun untuk diriku." Dan aku hanya tersipu kemudian tertunduk pada kopi.

Kini, waktu baginya berjalan lebih tepat. Tak tik tuk, tak tik tuk. Setepat kecepatan motor 70an kesayangannya. "Dengan ini, aku lebih menghikmahi waktu," terangnya padaku.

Terimakasih untuk segala metamorfosa yang terjadi di hidupmu. Terimakasih untuk hidup yang kau persembahkan untuk kami. Terimakasih untuk semua, kekasihku, sahabatku, rivalku, mentorku, suamiku, dan ayah dari anakanakku. Teruslah hidup. Teruslah urup.

Selamat ulangtahun. Aku mencintaimu, selalu.

0 kata-kata: