Natalia Lafourcade

 
Natalia Lafourcade adalah seorang penyanyi dan penulis lagu asal Meksiko yang tampil dalam berbagai genre seperti pop rock, jazz, dan musik folk. Sejak debutnya pada tahun 2002, dia telah menjadi salah satu penyanyi paling sukses di Amerika Latin1. Suara Lafourcade dikategorikan sebagai soprano lirik.

Kehidupan Awal María Natalia Lafourcade Silva lahir pada 26 Februari 1984 di Kota Meksiko, tetapi tumbuh besar di Coatepec, Veracruz. Ayahnya adalah musisi Chili, Gastón Lafourcade, dan ibunya adalah pianis María del Carmen Silva Contreras. Pada masa kecilnya, Lafourcade belajar musik bersama ibunya dan terinspirasi oleh artis-artis seperti Gloria Trevi, Björk, Café Tacvba, Ely Guerra, dan Julieta Venegas1.

Karier

    1998–2000: Awal Karier dan Twist: Pada tahun 1998, Lafourcade bergabung dengan grup musik pop bernama Twist, tetapi grup ini tidak berhasil dan bubar pada tahun berikutnya.
    2002–2014: Album Solo dan Kesuksesan: Lafourcade merilis album solo pertamanya pada tahun 2002 dan sejak itu telah meraih banyak penghargaan, termasuk 17 Latin Grammy dan 4 Grammy Awards. Beberapa lagu hitsnya termasuk “En el 2000” dan “Hasta la Raíz”.
    2022–sekarang: Album Terbaru “De Todas las Flores”: Album terbarunya, “De Todas las Flores,” debut di Carnegie Hall pada tahun 20222.

Musik Lafourcade menggabungkan pop, jazz, dan folklore Amerika Latin. Dia juga aktif dalam proyek kemanusiaan dan pernah membantu membangun Son Jarocho Documentation Center setelah gempa bumi tahun 2017. Suaranya yang khas dan karya-karyanya yang beragam telah membuatnya menjadi salah satu ikon musik di Amerika Latin. 🎵🌟🎤


Lagu-Lagu yang Cocok Diputar Ketika Sedang Berada di Perjalanan

Perjalanan adalah sebuah perjalanan batin dan fisik. Ketika kita bergerak dari satu tempat ke tempat lain, kita membawa serta harapan, kenangan, dan impian. Dan apa yang lebih baik menemani perjalanan ini daripada musik? Lagu-lagu yang mengalun di telinga kita, mengisi ruang kosong di dalam mobil atau kereta, dan membawa kita ke tempat-tempat yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya.

Berikut ini adalah 10 lagu terbaik yang cocok diputar ketika sedang berada di perjalanan:

  1. “Take Me Home, Country Roads” oleh John Denver: Lagu ini membawa kita ke pegunungan, jalan setapak, dan sungai-sungai yang indah. Kita merasa seperti pulang ke tempat yang kita cintai.
  2. “Hotel California” oleh Eagles: Lagu ini memiliki nuansa misterius dan memikat. Seperti mengemudi di malam hari menuju tempat yang tidak pernah kita temui sebelumnya.
  3. “Life is a Highway” oleh Tom Cochrane: Lagu ini mengajak kita untuk mengejar petualangan dan merasakan kebebasan di jalan raya.
  4. “Route 66” oleh Chuck Berry: Lagu ini mengenang salah satu jalan raya paling ikonik di Amerika Serikat. Kita membayangkan diri kita mengemudi di bawah sinar matahari, angin bertiup lembut.
  5. “On the Road Again” oleh Willie Nelson: Lagu ini adalah pengantar sempurna untuk perjalanan jauh. Kita merasa seperti pelancong yang tak pernah berhenti.
  6. “Fast Car” oleh Tracy Chapman: Lagu ini bercerita tentang impian dan keinginan untuk pergi jauh dari rutinitas sehari-hari.
  7. “Highway to Hell” oleh AC/DC: Lagu ini lebih cocok untuk perjalanan dengan teman-teman. Kita merasa seperti sedang mengendarai motor di jalur cepat menuju petualangan.
  8. “Born to Be Wild” oleh Steppenwolf: Lagu ini adalah himne bagi para pengendara motor dan pecinta kebebasan. Kita merasa seperti sedang mengemudi di atas aspal panas.
  9. “I’m Gonna Be (500 Miles)” oleh The Proclaimers: Lagu ini mengajak kita untuk melakukan perjalanan jauh demi cinta. Kita merasa seperti sedang berlari menuju seseorang yang kita cintai.
  10. “Don’t Stop Believin’” oleh Journey: Lagu ini memberikan semangat dan harapan. Kita merasa seperti sedang mengemudi menuju masa depan yang cerah.

Jadi, mari kita hidupi perjalanan kita dengan musik-musik yang mengiringi kita. Kita tidak hanya mengemudi di atas aspal, tetapi juga di atas mimpi dan harapan. 🎵🚗✨

Pemimpin


 

Kalau rumah kebakaran, kamu harus belakangan menyelamatkan diri. Kalau musuh datang menyerang, kamu harus paling depan untuk menyongsongnya. Kalau panen melimpah, kamu harus paling terakhir makan. Itulah pemimpin.

Jejak Langkah Soekarno: Dari Tunas Hingga Senjakala Persatuan

 


Pendahuluan

Soekarno, seorang tokoh yang tak tergantikan dalam sejarah Indonesia, meninggalkan jejak yang mendalam. Dari tunas pergerakan hingga senjakala persatuan, perjalanan hidupnya menginspirasi dan mempengaruhi generasi-generasi selanjutnya. Dalam esai ini, kita akan mengupas peran Soekarno sebagai pemersatu bangsa dan pemikirannya yang menggugah.

Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme

Soekarno adalah seorang pemikir yang kompleks. Ia mengemukakan tiga paham besar sebagai roh pergerakan di Asia, khususnya Indonesia: nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme. Nasionalisme menjadi fondasi perjuangannya, sementara Islamisme dan Marxisme memperkaya wawasannya. Ia memahami bahwa persatuan hanya mungkin tercapai jika berbagai kekuatan bersatu.

Proyek Persatuan

Dalam upaya mempersatukan pemuda-pemuda Indonesia, Soekarno memulai proyek persatuan dengan menggabungkan berbagai organisasi pemuda menjadi Indonesia Muda. Ia menyadari bahwa kekuatan bersatu lebih besar daripada kekuatan terpecah-belah. Dengan semangat ini, ia memperjuangkan persatuan melalui berbagai organisasi dan partai politik.

Asas Negara dalam Pancasila

Dalam sidang BPUPKI, Soekarno menonjolkan pentingnya persatuan dalam Pancasila sebagai dasar negara. Ia memahami bahwa keberagaman budaya, agama, dan suku bangsa di Indonesia harus diakui dan dihormati. Pancasila menjadi landasan bagi persatuan, dengan sila-sila yang mengajarkan tentang keadilan sosial, persatuan, dan kemanusiaan.

Front Nasional dan Pengaruhnya

Soekarno membentuk Front Nasional sebagai wadah tiga kekuatan besar: nasionalisme, agama Islam, dan komunisme. Meskipun kehilangan kekuasaan, ide persatuan Soekarno tetap berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Jejak langkahnya mengajarkan kita tentang pentingnya memahami perbedaan, menghormati hak-hak setiap individu, dan memperjuangkan persatuan.

Simpulan

Soekarno bukan hanya pemimpin politik, tetapi juga pemikir yang menginspirasi. Jejak langkahnya mengajarkan kita tentang arti persatuan, keberagaman, dan perjuangan. Dari tunas hingga senjakala persatuan, Soekarno tetap hidup dalam sejarah dan hati kita. 🇮🇩

Dialog Imajiner #10


Di bawah langit senja yang merah membara, di sebuah gardu desa yang sederhana, Kamso dan Darman duduk berhadapan. Angin sore berhembus lembut, membawa aroma tanah yang baru saja diguyur hujan. Di antara suara gemericik air dan kicauan burung pulang, percakapan tentang bulan Ramadhan pun terjalin.

Kamso: "Darman, apa kau perhatikan? Ramadhan kini jadi ajang pamer kekayaan. Bukannya berhemat, malah jadi bulan paling boros."

Darman: "Betul, Kamso. Sepertinya kita lupa, Ramadhan itu untuk mengasah sabar, bukan untuk memuaskan hasrat belanja yang tak terkira."

Kamso: "Lihat saja, pasar malam penuh sesak. Makanan berlimpah, tapi banyak yang terbuang. Uang beredar cepat, tapi apakah hati menjadi tenang?"

Darman: "Ironis memang. Kita seharusnya belajar menahan diri, bukan malah terjebak dalam siklus konsumsi yang tak berarti."

Kamso: "Harusnya kita kembali ke esensi puasa, Darman. Menahan lapar dan dahaga, juga nafsu yang seringkali membara."

Darman: "Semoga kesadaran itu tumbuh dalam diri kita semua, Kamso. Agar Ramadhan kali ini lebih bermakna, tidak hanya sekadar rutinitas belaka."

Mereka berdua kemudian terdiam, merenungkan makna sejati dari bulan suci yang seharusnya menjadi waktu untuk introspeksi dan spiritualitas, bukan kompetisi dan materialitas.

Layar Yang Seimbang


Dalam era digital yang semakin maju, teknologi telah mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi. Namun, pertanyaannya adalah: apakah kita benar-benar mengambil manfaat maksimal dari teknologi ini, ataukah kita terjebak dalam perangkapnya?
Beberapa tahun lalu, ada cerita menarik tentang seorang eksekutif perusahaan makanan hewan yang memutuskan untuk memakan produknya sendiri. Tindakan ini bukan semata-mata karena rasa lapar, tetapi untuk menunjukkan kepercayaan pada kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaannya. Hasilnya, istilah "makanan anjing" muncul dalam dunia bisnis. Ini mengacu pada praktik menggunakan produk sendiri sebagai bukti kepercayaan pada kualitasnya.
Namun, ironisnya, banyak pebisnis teknologi tidak mengikuti prinsip yang sama. Steve Jobs, pendiri Apple, meskipun memuji produk seperti iPad, ternyata membatasi penggunaan gawai bagi anak-anaknya. Hal ini mencerminkan kekhawatiran tentang dampak teknologi pada kehidupan pribadi.
Penelitian menunjukkan bahwa kita menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar, terutama gadget dan komputer. Akibatnya, waktu pribadi yang biasanya digunakan untuk kegiatan yang memperkaya diri, seperti hobi, berinteraksi dengan keluarga, atau sekadar merenung, semakin berkurang. Kita terjebak dalam siklus konstan memeriksa email, media sosial, dan notifikasi.
Bagaimana kita menemukan keseimbangan antara teknologi dan kehidupan pribadi? Beberapa perusahaan telah menciptakan solusi untuk mengatasi masalah ini. Misalnya, di Belanda, ada studio desain yang menggunakan meja yang dapat diangkat secara otomatis. Ketika karyawan ingin beristirahat, meja tersebut naik, mengisyaratkan bahwa saatnya untuk berhenti bekerja dan merenung.
Selain itu, perusahaan mobil Jerman, Daimler, memiliki kebijakan unik terkait email. Ketika karyawan cuti, email yang masuk akan dihapus secara otomatis. Ini membantu memastikan waktu istirahat yang berkualitas dan mengurangi tekanan kerja.
Teknologi adalah alat yang kuat, tetapi kita harus menggunakannya dengan bijaksana. Mencari keseimbangan antara produktivitas dan kehidupan pribadi adalah tantangan yang relevan bagi kita semua. Jadi, mari kita terus berusaha menemukan cara agar teknologi menjadi sekutu, bukan musuh, dalam perjalanan kita menuju kehidupan yang lebih baik. 🌟

Matu Mona: Sang Arsitek Kata dari Tanah Sumatera

 Di tengah hiruk-pikuk dunia sastra Nusantara, tersemat nama yang menggema dengan keunikan dan kedalaman karya: Matu Mona. Lahir dari rahim Medan yang subur, pria ini mengukir sejarah dengan tinta emas pada kanvas literasi Indonesia.

Sejak era kolonial, Matu Mona telah menabur benih-benih kreativitas melalui prosa yang memadukan realitas dan imajinasi. “Rol Pacar Merah Indonesia”, mahakarya yang lahir dari tangannya, merupakan odisei yang membelah zaman, membawa pembaca menyelami liku-liku perjuangan dan asmara yang terjalin di antara riak-riak sejarah.

Bukan hanya seorang penulis, Matu Mona juga merupakan seorang pedagog, jurnalis, dan penggiat seni pertunjukan yang berdedikasi. Kiprahnya dalam dunia pers dan panggung sandiwara menambah warna pada perjalanan hidupnya yang penuh dengan dinamika.

Dalam perjuangan kemerdekaan, Matu Mona tak sekadar berperan sebagai penulis, melainkan juga sebagai patriot yang berjuang dengan semangat yang membara. Kehadirannya dalam Badan Penerangan Divisi XII Surakarta dan pergerakan gerilya di Jawa Timur adalah bukti nyata dari dedikasinya untuk tanah air.

Wafatnya pada tahun 1987 menjadi babak penutup dari saga seorang legenda. Namun, semangat dan karya-karyanya terus berdenyut dalam nadi sastra Indonesia, menginspirasi generasi penerus bangsa.

Peristiwa Saqifah


Peristiwa Saqifah, yang merujuk pada bai'at Abû Bakar sebagai khalîfah pertama di Saqifah Banî Sâ’idah, merupakan titik balik penting dalam sejarah Islam. Peristiwa ini tidak hanya menandai awal dari sistem kepemimpinan baru dalam Islam, tetapi juga memicu perpecahan yang mendalam dan berdampak hingga zaman sekarang.

Abû Bakar, sebagai khalîfah pertama, mengambil alih kepemimpinan umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad. Namun, proses pemilihan ini menimbulkan kontroversi dan perpecahan di antara umat Islam. Beberapa pihak merasa bahwa kepemimpinan seharusnya jatuh kepada Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantu Nabi Muhammad.

Perpecahan ini kemudian melahirkan dua kelompok besar dalam Islam, yaitu Sunni dan Syiah. Sunni, yang merupakan mayoritas, mengakui Abû Bakar sebagai khalîfah pertama, sementara Syiah berpendapat bahwa Ali seharusnya menjadi pemimpin pertama umat Islam.

Peristiwa Saqifah bukan hanya tentang pergantian kekuasaan, tetapi juga tentang bagaimana umat Islam memahami dan menerapkan ajaran Nabi Muhammad. Ini adalah tentang bagaimana kita, sebagai umat Islam, menjaga persatuan dan menghargai perbedaan pendapat dalam rangka mencapai tujuan yang sama, yaitu menjalankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya.

Peristiwa Saqifah mengajarkan kita bahwa dalam setiap peristiwa sejarah, ada pelajaran yang bisa kita ambil. Pelajaran tentang pentingnya dialog, diskusi, dan konsensus dalam memutuskan hal-hal yang penting. Pelajaran tentang bagaimana kita harus selalu berusaha untuk menjaga persatuan dan perdamaian, meskipun di tengah perbedaan pendapat dan pilihan.

Imunitas Kultural: Sebuah Refleksi dan Langkah Kedepan




Di tengah hiruk-pikuk zaman yang serba cepat, masyarakat kita telah membangun sebuah benteng tak terlihat yang kokoh, sebuah sistem pertahanan yang kita kenal sebagai Imunitas Kultural. Ia bagaikan pohon beringin yang akarnya merambat dalam-dalam ke tanah, menopang kehidupan di atasnya dengan teguh, meski badai datang melanda.

Imunitas Kultural bukanlah sekadar konsep; ia adalah cerminan dari jiwa kolektif kita yang telah belajar untuk berdansa dengan ritme kehidupan yang tak selalu seirama. Kita hidup di era di mana perubahan adalah satu-satunya konstan. Teknologi berkembang, ekonomi berfluktuasi, dan politik... ah, politik, seringkali lebih mirip sandiwara yang menarik perhatian kita sejenak, namun sering kali meninggalkan rasa kecewa. Di sinilah Imunitas Kultural berperan, sebagai jawaban atas ketidakpastian yang terus-menerus menghantui kita.

Imunitas Kultural adalah tentang ketahanan—ketahanan untuk tidak hanya bertahan tetapi juga untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang terus berubah. Ia adalah tentang kemampuan masyarakat untuk mempertahankan identitas dan nilai-nilainya, sambil tetap terbuka terhadap perubahan yang positif.

Ketika kita melangkah lebih jauh ke dalam labirin kehidupan, kita menemukan bahwa Imunitas Kultural bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang memahami. Ia adalah lapisan pelindung yang dibentuk oleh masyarakat, sebuah respons alami terhadap kondisi hidup yang semakin menantang. Seperti pohon yang tumbuh di tanah gersang, masyarakat dengan imunitas kultural yang kuat mampu mekar meski tanpa hujan belas kasihan.

Imunitas Kultural tidak terbentuk dalam sekejap. Ia tumbuh secara bertahap, seiring dengan meningkatnya apatisme politik dan perjuangan hidup yang tak kenal lelah. Masyarakat yang memiliki imunitas ini tidak mudah goyah oleh gempuran masalah. Mereka adalah para pejuang kehidupan yang tangguh, yang tidak membiarkan politik praktis mengganggu ketenangan mereka.

Namun, apatisme ini juga membawa risiko. Ketika masyarakat mulai menganggap bahwa politik tidak lagi relevan, mereka kehilangan suara dalam menentukan arah masa depan mereka. Apatisme politik, layaknya angin sepoi-sepoi yang tak terasa kehadirannya, namun mampu mengeringkan lautan. Ia telah meresap ke dalam setiap serat masyarakat, menciptakan sebuah lapisan kekebalan yang membuat kita tahan terhadap janji-janji manis yang tak kunjung ditepati.

Mengarungi samudra kehidupan, kita sering kali dihadapkan pada ombak besar yang mengancam untuk menenggelamkan kapal kita. Namun, ada satu hal yang dapat menjadi jangkar kita: pendidikan politik. Pendidikan politik bukan hanya tentang memahami mekanisme pemerintahan atau mengetahui siapa pemimpin negara. Lebih dari itu, pendidikan politik adalah tentang membangun kesadaran akan hak dan kewajiban kita sebagai warga negara.

Dengan pendidikan politik yang efektif, masyarakat dapat diajak untuk melihat bahwa politik bukan hanya panggung sandiwara, tetapi juga arena di mana perubahan sosial dapat terjadi. Program-program pendidikan harus dirancang untuk menarik minat masyarakat, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, dan menyajikan contoh-contoh konkret dari dampak politik terhadap kehidupan nyata.

Sebagai penutup dari esai ini, kita mengeksplorasi bagaimana Imunitas Kultural dapat menjadi katalisator untuk perubahan sosial yang positif. Kita melihat bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan kekebalan budaya ini untuk menciptakan dampak yang berarti. Imunitas Kultural tidak hanya membuat kita kebal terhadap tantangan, tetapi juga memberi kita kekuatan untuk mengubah tantangan tersebut menjadi peluang.

Kekuatan terbesar dari Imunitas Kultural terletak pada komunitas. Ketika individu-individu dalam masyarakat bersatu, mereka membentuk sebuah kekuatan kolektif yang mampu menggerakkan gunung. Untuk memobilisasi Imunitas Kultural, kita perlu strategi yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Ini termasuk pendidikan yang inklusif, dialog antarbudaya, dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta.

Kita telah berjalan jauh melalui halaman-halaman narasi Imunitas Kultural, menyusuri setiap sudut tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh konsep ini. Sekarang, saatnya untuk melangkah kedepan. Kita harus mengambil semua yang telah kita pelajari dan menggunakannya untuk membentuk masa depan yang kita inginkan. Setiap individu memiliki peran dalam menulis skenario masa depan.

Dengan memanfaatkan Imunitas Kultural sebagai alat, bukan sebagai penghalang, kita dapat membuka pintu menuju masa depan yang lebih cerah. Dengan refleksi yang tulus dan langkah yang berani, kita dapat memastikan bahwa warisan ini akan terus hidup dan berkembang, membawa kita menuju masa depan yang lebih cerah dan lebih berarti.

Dialog Imajiner #9

 


Kamso: “Darman, lihatlah bagaimana kehidupan ini penuh dengan ironi. Ada yang berjuang tanpa henti, namun tetap terpinggirkan.”

Darman: “Benar, Kamso. Namun, bukankah itu mengajarkan kita tentang ketabahan? Bahwa dalam setiap ujian, ada pelajaran yang bisa diambil.”

Kamso: “Tapi tidakkah itu juga menunjukkan bahwa ada yang salah dengan sistem kita? Bagaimana bisa yang tidak bermoral justru berada di puncak?”

Darman: “Itu sebabnya kita harus terus berusaha, Kamso. Bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk membawa perubahan bagi yang lain.”

Kamso: “Kita memang tidak bisa mengendalikan segalanya, Darman. Namun, kita bisa memilih untuk tidak menyerah dan terus berjuang demi keadilan.”

Menempuh

 Manusia berjuang menempuh jalan, berjuang menyusuri kehidupan yang terjal, untuk mencari kemashlahatan — dan kalau sedikit saja ia berputus asa atau merasa putus harapan, ia langsung bisa tergelincir ke dalam kekufuran. Sementara mereka yang justru sudah kafir, fasiq dan dhalim, berjalan melenggang, menjadi tokoh bangsa, menikmati kekuasaan sampai istri dan anak-anaknya, dengan aman-aman saja.

- EAN

Menyelaraskan Kata dan Nada


 
Pernahkah Anda merasakan magisnya kata-kata yang berdansa dengan lembut di atas alunan musik? Itulah esensi dari musikalisasi puisi. Proses ini bukan sekadar menggabungkan puisi dengan melodi, melainkan sebuah perjalanan untuk menemukan harmoni antara lirik dan ritme.

Langkah pertama adalah memilih puisi yang menggugah, yang ketika dibaca sudah berirama sendiri. Kemudian, kita masuk ke tahap interpretasi, di mana kita menyelami setiap kata dan baris, merasakan setiap emosi yang terkandung di dalamnya.

Setelah itu, kita mulai menciptakan melodi. Ini bisa jadi proses yang intuitif, di mana kita membiarkan puisi itu sendiri yang ‘berbicara’ dan ‘memilih’ musiknya. Lalu, kita meramu aransemen, menambahkan harmoni dan ritme untuk memperkaya lagu yang telah kita ciptakan.

Rekaman adalah tahap selanjutnya, di mana puisi dan musik yang telah kita padukan direkam untuk kemudian bisa dinikmati. Dan tentu saja, latihan tidak boleh terlewatkan. Latihan membuat kita lebih mahir dalam menyampaikan puisi dengan ekspresi yang tepat.

Terakhir, saat pertunjukan tiba, kita membawakan karya ini dengan penuh perasaan, memastikan bahwa setiap penonton dapat merasakan getaran emosi yang kita tuangkan dalam setiap kata dan nada.

Musikalisasi puisi adalah seni yang memerlukan kepekaan dan kreativitas. Jadi, jangan ragu untuk bereksperimen dan menemukan gaya unik Anda sendiri dalam menyatukan puisi dan musik. Selamat mencipta!

Sejarah Hari Film Nasional Indonesia: Sebuah Perjalanan Sinematik


Di tengah hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, ada satu hari yang patut kita peringati dengan penuh semangat, terutama bagi para penggemar dan pelaku industri film di Indonesia. Tanggal 30 Maret, ditetapkan sebagai Hari Film Nasional, bukan sekadar angka dalam kalender, melainkan simbol dari perjalanan panjang perfilman Indonesia.

Peristiwa penting yang menjadi cikal bakal Hari Film Nasional adalah dimulainya pengambilan gambar film "Darah dan Doa" pada tanggal yang sama di tahun 1950. Film ini tidak hanya penting karena kualitas ceritanya, tetapi juga karena menjadi film pertama yang diproduksi oleh perusahaan film Indonesia, Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), yang didirikan oleh Usmar Ismail.

Usmar Ismail, sosok yang kemudian dijuluki sebagai Bapak Perfilman Nasional, adalah pionir yang berani mengambil langkah besar dalam industri film nasional. Bersama Djamaludin Malik, pendiri Persari, mereka berdua dianggap sebagai tonggak utama dalam sejarah perfilman Indonesia pasca-kemerdekaan.

Penetapan Hari Film Nasional sendiri bukan tanpa perdebatan. Ada beberapa tanggal yang diusulkan, namun akhirnya, pada 11 Oktober 1962, Dewan Film Nasional bersama Organisasi Perfilman menetapkan 30 Maret sebagai Hari Film Nasional. Keputusan ini bukan hanya menghormati film "Darah dan Doa" sebagai film nasional pertama, tetapi juga sebagai pengakuan atas usaha keras para pelaku film Indonesia dalam memajukan industri perfilman nasional.

Hari Film Nasional bukanlah hari libur, melainkan hari yang diperingati untuk meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi para insan film Indonesia. Ini adalah momen untuk merenungkan pencapaian masa lalu dan merencanakan masa depan yang lebih cerah bagi dunia perfilman Indonesia.

Dengan tema tahun ini, "Bercermin Pada Masa Lalu, Merencanakan Masa Depan," kita diingatkan untuk tidak hanya bangga dengan sejarah, tetapi juga untuk terus berinovasi dan berkarya. Semoga esai singkat ini dapat memberikan gambaran ringkas namun berbobot tentang sejarah Hari Film Nasional Indonesia yang kita rayakan setiap tahunnya.

ya Bismillah

 unit bisnisnya kita perlu dikuatin. biar biaya sekolah2nya bisa terjangkau. gaji temen2 tinggi. kita punya tabungan banyak. jadi bisa bantu orang tanpa pikir2 lagi kebutuhan dasar. bisa ngasih rutin ke mama dan ibu. aamiin ya Allah..

Lagu Anak

 Kekalahan budayawan kita adalah tidak lagi memperhatikan lagu anak-anak, padahal lagu anak-anak ini adalah penyimpan memory terpanjang dan abadi. Karena disimpan dalam lagu anak-anak. Dan karena kebijakan mengurus kekuasaan jawa oleh sunan kalijogo dituangkan dalam lagu anak-anak yang berjudul Gundul-gundul Pacul, maka semua orang hafal sampai saat ini.

- CN